Dr. CHAIRUL HUDA, SH., MH.
A. Kodifikasi Hukum dan Hukum Pidana Khusus
Pada dasarnya Hukum Pidana Indonesia mewarisi civil law system, mengingat asas konkordansi yang menempatkan Hukum Pidana Kerajaan Belanda diterapkan di Hindia Belanda. Sekalipun setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 dilakukan pertumbuhan peraturan perundang-undangan baru, termasuk dalam bidang Hukum Pidana, tetapi pendekatan kodifikasi hukum hingga kini tetap dipertahankan, seperti juga di Negeri Belanda.
Pada umumnya tindak pidana di Negeri Belanda diatur dalam KUHP. Perkembangan bentuk-bentuk kejahatan baru, yang mengharuskan penambahan perumusan delik-delik baru, dilakukan dengan hanya dengan mengadakan amandemen KUHP, dan tidak membentuk undang-undang Hukum Pidana di luar KUHP. Kalaupun terdapat bentuk-bentuk Hukum Pidana Khusus, maka kecenderungannya kini dalam Hukum Pidana Belanda hanya berkenaan dengan delik-delik administratif, yang dalam penegakan hukumnya tidak dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Nasional Belanda (Ducth National Police), tetapi dilakukan oleh Penyidik Khusus (Special Investigative Service), yang diberada di bawah koordinasi kementerian atau lembaga tertentu pula.
Hukum Pidana Khusus yang memuat tindak pidana khusus, yang dilakukan penyidikan oleh Penyidik Khusus (Special Investigative Service), dan bahkan penuntutannya juga dilakukan oleh Penuntut Umum sendiri (National Office for Financial, Enviromental and Food Safety Offences), yang dipisahkan dari Penuntut Umum untuk tindak pidana umum lainnya (National Procsecutors’Office), sekalipun keduanya berada dalam organisasi Kejaksaan Belanda (Dutch Public Prosecutor Service) yang sama, yaitu:
a. Tindak Pidana dibidang Keuangan
b. Tindak Pidana dibidang Ekonomi (termasuk Pertanahan);
c. Tindak Pidana dibidang Masalah-masalah Sosial dan Ketenagakerjaan;
d. Tindak Pidana dibidang Infrastruktur dan Lingkungan