18 September 2015

PEMAHAMAN TENTANG ALAT BUKTI SEBAGAI “BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP” DAN SEBAGAI “BUKTI YANG CUKUP”



  Oleh: Dr. Chairul Huda, S.H., M.H.
 Pengantar
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah salah satu undang-undang yang paling sering diujimaterilkan di Mahkamah Konstitusi. Hal ini karena KUHAP bersentuhan langsung dengan kepentingan hakiki setiap individu, seperti antara lain kodifikasi itu berkaitan dengan kebebasan (freedom) individu. Pembatasan kebebasan yang ditentukan dalam KUHAP menjadi pangkal tolak dari upaya konstitusional dari mereka yang merasa haknya dilanggar, untuk “melawan” penerapan KUHAP terhadap dirinya. Namun demikian, seringnya pengajuan judicial review terhadap KUHAP boleh jadi karena disana-sini terdadapat perumusan norma yang buruk (bad formulation), yang memicu timbulnya ketidakpastian hukum (legal uncertainty) dan perlakuan yang tidak adil (unfair treatment),  ketika hal itu diimplementasikan dalam kejadian-kejadian konkrit. Padahal maksud semula (original intent) pembentukan KUHAP justru adalah dalam rangka melindungi hak-hak asasi manusia, sehingga perumusan proses dan prosedur penegakan hukum yang tidak menjamin kepastian hukum dan tidak menjamin perlakukan yang adil pada hakekatnya akan berujung pada “kegagalan” negara menjalankan fungsinya (melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia) seperti yang diamanatkan Konstitusi.