Selasa, 3 April 2012 13:53 WIB
Pakar Hukum
Dr. Chairul Huda: Terbuka Kemungkinan Yusril Menang di MK
Nikky Sirait
Chairul Huda
Undang-undang ini menunjukkan penggunaan bahasa ekonomi, bukan bahasa
hukum.
JAKARTA, Jaringnews.com - "Yusril berpeluang memenangkan permohonannya
tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi apabila permohonan
dikabulkan MK."
Begitu pernyataan Pakar Hukum Pidana Dr. Chairul Huda saat menanggapi gugatan judicial review terhadap Pasal 7 ayat 6a Undang-Undang Nomor 22 tahun 2011 tentang APBN-P 2012 yang diajukan bekas Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra.
Seperti diketahui, Yusril resmi mengajukan gugatan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (2/4) kemarin. "Pasal 7 ayat 6a tersebut bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 33 dan Pasal 28D ayat 1," tutur Yusril usai mengajukan gugatan ke MK.
Adapun pasal yang dimaksud Yusril yakni penambahan Pasal 7 ayat 6a yang telah disepakati di rapat paripurna DPR RI akhir pekan lalu, yang kurang lebih berbunyi 'jika harga ICP (Indonesia crude price) rata-rata lebih atau kurang dari 15 persen dalam waktu enam bulan dari asumsi harga yang ditetapkan (US$ 115 per barel), pemerintah bisa menaikkan harga BBM tanpa harus meminta persetujuan DPR.'
Nah, untuk menelaah gugatan Yusril ini lebih jauh, Chairul Huda, pria yang juga penasihat ahli Kapolri bidang hukum, berkesempatan menjelaskan kepada Jaringnews.com di Jakarta, Selasa (3/4). Berikut petikannya:
Apa argumentasi gugatan Yusril soal Pasal 7 ayat 6a ini melanggar UUD 1945?
Pasal 7 ayat 6a Undang-Undang APBN-P 2012 dirumuskan secara kurang hati-hati, sehingga bisa multi-tafsir. Tafsiran pertama dapat dipahami sebagai telah adanya kontrol DPR kepada presiden dalam menetapkan harga BBM bersubsidi, tetapi bisa juga seperti apa yang ditafsirkan Yusril, yaitu adanya pendelegasian penetapan BBM bersubsidi kepada presiden. Padahal, hal itu bagian dari APBN yang seharusnya ditetapkan bersama DPR dan presiden melalui Undang-undang.
Begitu pernyataan Pakar Hukum Pidana Dr. Chairul Huda saat menanggapi gugatan judicial review terhadap Pasal 7 ayat 6a Undang-Undang Nomor 22 tahun 2011 tentang APBN-P 2012 yang diajukan bekas Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra.
Seperti diketahui, Yusril resmi mengajukan gugatan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (2/4) kemarin. "Pasal 7 ayat 6a tersebut bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 33 dan Pasal 28D ayat 1," tutur Yusril usai mengajukan gugatan ke MK.
Adapun pasal yang dimaksud Yusril yakni penambahan Pasal 7 ayat 6a yang telah disepakati di rapat paripurna DPR RI akhir pekan lalu, yang kurang lebih berbunyi 'jika harga ICP (Indonesia crude price) rata-rata lebih atau kurang dari 15 persen dalam waktu enam bulan dari asumsi harga yang ditetapkan (US$ 115 per barel), pemerintah bisa menaikkan harga BBM tanpa harus meminta persetujuan DPR.'
Nah, untuk menelaah gugatan Yusril ini lebih jauh, Chairul Huda, pria yang juga penasihat ahli Kapolri bidang hukum, berkesempatan menjelaskan kepada Jaringnews.com di Jakarta, Selasa (3/4). Berikut petikannya:
Apa argumentasi gugatan Yusril soal Pasal 7 ayat 6a ini melanggar UUD 1945?
Pasal 7 ayat 6a Undang-Undang APBN-P 2012 dirumuskan secara kurang hati-hati, sehingga bisa multi-tafsir. Tafsiran pertama dapat dipahami sebagai telah adanya kontrol DPR kepada presiden dalam menetapkan harga BBM bersubsidi, tetapi bisa juga seperti apa yang ditafsirkan Yusril, yaitu adanya pendelegasian penetapan BBM bersubsidi kepada presiden. Padahal, hal itu bagian dari APBN yang seharusnya ditetapkan bersama DPR dan presiden melalui Undang-undang.
Yusril berasumsi Pasal 7 ayat 6a bermakna 'menyerahkan murni harga BBM ke
mekanisme pasar', bukankah justru pasal itu memberi legitimasi pada pemerintah
untuk intervensi pasar...
Ayat tersebut juga bisa dipandang sebagai ayat yang bertentangan dengan ayat 6 pasal yang sama. Perumusannya tidak menggambarkan bahwa Pasal 7 ayat 6a adalah 'pengecualian' dari Pasal 7 ayat 6. Suatu norma yang bertentangan berbeda dengan norma yang bersifat pengecualian. Ini bisa dilakukan dengan merujuk pasal atau ayat dikecualikan dalam ayat yang mengecualikan. Singkatnya, seharusnya Pasal 7 ayat 6a menyebutkan bahwa ini merupakan pengecualian Pasal 7 ayat 6.
Apakah perubahan pasal 7 di rapat paripurna DPR bisa dikategorikan cacat formil pembentukan UU? Apa landasan pikiran Yusril mengatakan itu?
Pandangan Yusril bahwa ada cacat formil atas Undang-undang ini juga beralasan. Sehubungan dengan dilanggarnya jangka waktu persetujuan yang dilampaui lebih dari dua jam, yang kalau dari segi hari dan tanggal sudah satu hari berikutnya dari waktu yang mungkin, ini melanggar tata tertib dewan sendiri. Pasal 7 ayat 6a juga cacat formil dengan digunakannya bahasa asing ICP (Indonesia crude price), padahal masih dapat dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Bahasa Undang-undang adalah bahasa hukum Indonesia, sehingga penggunaan bahasa asing ada persyaratannya, dan Undang-undang ini menunjukkan penggunaan bahasa ekonomi, bukan bahasa hukum.
Apakah legal standing Yusril dkk memadai untuk lakukan uji ke MK?
Pada dasarnya setiap warga negara mempunyai hak untuk menguji Undang-undang, sepanjang ada kerugian konstitusionalitas atas norma Undang-undang tersebut. Dan, Yusril punya hak untuk itu, dihubungkan juga hak konstiusionalitasnnya untuk menikmati kemakmuran atas sumber daya alam sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
Saran apa yg perlu dipertimbangkan MK dalam menghadapi gugatan tersebut?
Perspektifnya sangat berbeda ketika kenaikan BBM bersubsidi ditentukan dengan harga pasar, dengan apabila didasarkan pada kemampuan negara memberi subsisdi energi, termasuk BBM kepada rakyatnya yang 'dijanjikan' akan diberi kemakmuran karena bumi, air, kekayaan alam yang terkandung didalamnya 'dikuasai' negara.
Seberapa besar peluang gugatan Yusril dimenangkan MK?
Yusril berpeluang memenangkan permohonannya tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi apabila permohonan dikabulkan MK. Jika permohonan uji materil dikabulkan maka hanya pada pembatalan Pasal 7 ayat 6a, sedangkan jika uji formil dikabulkan maka seluruh UU APBN-P tersebut batal. Namun demikian, pengujian Undang-undang ini masih harus ditunggukan sampai dengan pengesahan presiden atas Undang-undang tersebut.
Ya, UU APBN-P hasil paripurna belum ditandatangani oleh presiden, gugatan Yusril terkesan prematur...
Ada dua pendapat. Ada yang berpendapat prematur karena presiden belum menandatangani dan belum diberi nomor. Ada yang berpendapat tetap bisa karena presiden tidak punya hak veto atas Undang-undang yang disetujui DPR sehingga dalam waktu 30 hari tidak disahkan presiden demi hukum akan menjadi Undang-undang.
Kira-kira, celah mana yang memungkinkan MK menolak permohonan Yusril?
MK bisa saja menolak permohonan Yusril jika berpendapat norma tersebut tidak multi-tafsir dan saling bertabrakan, sehingga tidak bertentangan dengan UUD 45 pasal 28 D. MK juga dapat menolak permohonan itu jika adanya Pasal 7 ayat 6a bukan penyerahan harga BBM bersubsidi pada mekanisme pasar sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Bila permohonan Yusril diterima, dimanakah titik kekuatan Yusril untuk bisa menang? Apakah di saksi-saksi ahli yang diajukan?
Kejelasan permohonan dan kemampuan untuk menghadirkan para ahli yang relevan untuk membuktikan dalil permohonan sama pentingnya.
Ayat tersebut juga bisa dipandang sebagai ayat yang bertentangan dengan ayat 6 pasal yang sama. Perumusannya tidak menggambarkan bahwa Pasal 7 ayat 6a adalah 'pengecualian' dari Pasal 7 ayat 6. Suatu norma yang bertentangan berbeda dengan norma yang bersifat pengecualian. Ini bisa dilakukan dengan merujuk pasal atau ayat dikecualikan dalam ayat yang mengecualikan. Singkatnya, seharusnya Pasal 7 ayat 6a menyebutkan bahwa ini merupakan pengecualian Pasal 7 ayat 6.
Apakah perubahan pasal 7 di rapat paripurna DPR bisa dikategorikan cacat formil pembentukan UU? Apa landasan pikiran Yusril mengatakan itu?
Pandangan Yusril bahwa ada cacat formil atas Undang-undang ini juga beralasan. Sehubungan dengan dilanggarnya jangka waktu persetujuan yang dilampaui lebih dari dua jam, yang kalau dari segi hari dan tanggal sudah satu hari berikutnya dari waktu yang mungkin, ini melanggar tata tertib dewan sendiri. Pasal 7 ayat 6a juga cacat formil dengan digunakannya bahasa asing ICP (Indonesia crude price), padahal masih dapat dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Bahasa Undang-undang adalah bahasa hukum Indonesia, sehingga penggunaan bahasa asing ada persyaratannya, dan Undang-undang ini menunjukkan penggunaan bahasa ekonomi, bukan bahasa hukum.
Apakah legal standing Yusril dkk memadai untuk lakukan uji ke MK?
Pada dasarnya setiap warga negara mempunyai hak untuk menguji Undang-undang, sepanjang ada kerugian konstitusionalitas atas norma Undang-undang tersebut. Dan, Yusril punya hak untuk itu, dihubungkan juga hak konstiusionalitasnnya untuk menikmati kemakmuran atas sumber daya alam sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945.
Saran apa yg perlu dipertimbangkan MK dalam menghadapi gugatan tersebut?
Perspektifnya sangat berbeda ketika kenaikan BBM bersubsidi ditentukan dengan harga pasar, dengan apabila didasarkan pada kemampuan negara memberi subsisdi energi, termasuk BBM kepada rakyatnya yang 'dijanjikan' akan diberi kemakmuran karena bumi, air, kekayaan alam yang terkandung didalamnya 'dikuasai' negara.
Seberapa besar peluang gugatan Yusril dimenangkan MK?
Yusril berpeluang memenangkan permohonannya tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah konsekuensi apabila permohonan dikabulkan MK. Jika permohonan uji materil dikabulkan maka hanya pada pembatalan Pasal 7 ayat 6a, sedangkan jika uji formil dikabulkan maka seluruh UU APBN-P tersebut batal. Namun demikian, pengujian Undang-undang ini masih harus ditunggukan sampai dengan pengesahan presiden atas Undang-undang tersebut.
Ya, UU APBN-P hasil paripurna belum ditandatangani oleh presiden, gugatan Yusril terkesan prematur...
Ada dua pendapat. Ada yang berpendapat prematur karena presiden belum menandatangani dan belum diberi nomor. Ada yang berpendapat tetap bisa karena presiden tidak punya hak veto atas Undang-undang yang disetujui DPR sehingga dalam waktu 30 hari tidak disahkan presiden demi hukum akan menjadi Undang-undang.
Kira-kira, celah mana yang memungkinkan MK menolak permohonan Yusril?
MK bisa saja menolak permohonan Yusril jika berpendapat norma tersebut tidak multi-tafsir dan saling bertabrakan, sehingga tidak bertentangan dengan UUD 45 pasal 28 D. MK juga dapat menolak permohonan itu jika adanya Pasal 7 ayat 6a bukan penyerahan harga BBM bersubsidi pada mekanisme pasar sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Bila permohonan Yusril diterima, dimanakah titik kekuatan Yusril untuk bisa menang? Apakah di saksi-saksi ahli yang diajukan?
Kejelasan permohonan dan kemampuan untuk menghadirkan para ahli yang relevan untuk membuktikan dalil permohonan sama pentingnya.
(Nky / Nky)