Oleh: Dr. Chairul Huda, S.H.,
M.H.
Pengantar
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) adalah salah satu undang-undang yang paling sering
diujimaterilkan di Mahkamah Konstitusi. Hal ini karena KUHAP bersentuhan
langsung dengan kepentingan hakiki setiap individu, seperti antara lain
kodifikasi itu berkaitan dengan kebebasan (freedom)
individu. Pembatasan kebebasan yang ditentukan dalam KUHAP menjadi pangkal
tolak dari upaya konstitusional dari mereka yang merasa haknya dilanggar, untuk
“melawan” penerapan KUHAP terhadap dirinya. Namun demikian, seringnya pengajuan judicial review terhadap KUHAP boleh
jadi karena disana-sini terdadapat perumusan norma yang buruk (bad formulation), yang memicu timbulnya
ketidakpastian hukum (legal uncertainty)
dan perlakuan yang tidak adil (unfair
treatment), ketika hal itu
diimplementasikan dalam kejadian-kejadian konkrit. Padahal maksud semula (original intent) pembentukan KUHAP justru
adalah dalam rangka melindungi hak-hak asasi manusia, sehingga perumusan proses
dan prosedur penegakan hukum yang tidak menjamin kepastian hukum dan tidak menjamin
perlakukan yang adil pada hakekatnya akan berujung pada “kegagalan” negara menjalankan
fungsinya (melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia) seperti yang diamanatkan Konstitusi.