27 Januari 2016

UREGENSI REVISI UNDANG-UNDANG TERORISME

Oleh : Dr.Chairul Huda, SH.MH

Peristiwa bom bunuh diri dan baku tembak antara pelaku teror dan aparat kepolisian di kawasan Jalan Thamrin Jakarta, beberapa waktu yang lewat, seolah dijadikan momentum oleh pemerintah untuk melakukan revisi Undang-Undang Terorisme yang diberlakukan pasca bom Bali I. Beberapa isu krusial telah dijadikan tajuk oleh berbagai media terkait perubahan tersebut. Boleh jadi persoalan utamanya lebih kepada persoalan belum maksimalnya upaya pencegahan penyebaran teori (terorisme), yang popular dalam peristiwa kemarin dengan istilah “BIN kecolongan”, atau memang ada hal yang kurang dari perangkat hukum kita mengenai kejahatan yang terkadang lintas batas negara .  
Tentunya, apapun kesimpulannya  hal itu akan mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat, dari mereka yang sebenarnya awam soal ini sampai dengan para pakar yang kompeten. Sebenarnya, pro ataupun kontra terkait hal ini, jika memang benar undang-undang yang ada perlu direvisi, sangat tergantung pada dua hal, yaitu: tentang cara revisi dilakukan dan substansi perubahannya sudah barang tentu.

25 Januari 2016

Momentum Memperkuat KPK

SEMANGAT mulia melawan tindak pidana korupsi merupakan hal yang harus konsisten dilakukan untuk menjaga momentum pembangunan Indonesia. Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah organ terpenting dalam perlawanan terhadap tindak pidana korupsi yang harus dijaga bersama.
Meski demikian menjalankan semangat pemberantasan tersebut dengan cara-cara yang benar. Menang saja tidak cukup, karena prinsip keadilan yang sesungguhnya adalah menang dengan cara yang benar. Penulis melihat, sejumlah kekalahan KPK dalam sidang pra peradilan adalah indikasi lemahnya semangat KPK untuk menang secara benar.
Salah satu problem krusial dari proses di setiap sidang pengadilan, termasuk sidang praperadilan adalah pembuktian. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak mengatur secara khusus tentang tata cara pembuktian dalam sidang praperadilan, tetapi dalam praktiknya alat bukti yang digunakan tetap mengacu pada Pasal 184 KUHAP. Oleh karena itu, alat-alat bukti itu tetap dijadikan sarana untuk meyakinkan hakim tentang dalil-dalil Pemohon ataupun Termohon.