26 Oktober 2016

PEMBATASAN/STANDARISASI PENERAPAN HUKUMAN MATI BAGI TERPIDANA KEJAHATAN SERIUS



Dr. Chairul Huda, SH. MH.
Oleh: Dr. CHAIRUL HUDA, S.H., M.H.[1]
Pengantar
          Tema dari Seminar Internasional yang diprakarsai Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia) dan Pemerintah Kerajaan Belanda (Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta) ini adalah “Pelaksanaan Hukuman Mati bagi Terpidana Kejahatan Serius dalam Perspektif HAM”, dalam hal mana saya diminta untuk membahas sub tema tentang “Pembatasan/Standardisasi Penerapan Hukuman Mati bagi Terpidana Kejahatan Serius”. Dalam hal ini, pada temanya Panitia menggunakan istilah “pelaksanaan”, yang maknanya tertuju pada “eksekusi” pidana mati, tetapi pada sub tema yang menjadi porsi pembicaraan saya, panitia menggunakan istilah “penerapan”, yang berkonotasi pada  “penjatuhan” pidana bagi terdakwa oleh hakim. Masalah pada tema seminar merupakan wilayah executive policy, sedangkan dalam sub temanya merupakan domain judicative policy. Pada dasarnya kedua masalah ini memiliki problematik yang berbeda dalam Sistem Hukum Indonesia.

PEMBATASAN/STANDARISASI PENERAPAN HUKUMAN MATI BAGI TERPIDANA KEJAHATAN SERIUS



Dr. Chairul Huda, SH. MH.
Oleh: Dr. CHAIRUL HUDA, S.H., M.H.[1]

Pengantar
          Tema dari Seminar Internasional yang diprakarsai Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Hukum dan HAM cq Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia) dan Pemerintah Kerajaan Belanda (Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta) ini adalah “Pelaksanaan Hukuman Mati bagi Terpidana Kejahatan Serius dalam Perspektif HAM”, dalam hal mana saya diminta untuk membahas sub tema tentang “Pembatasan/Standardisasi Penerapan Hukuman Mati bagi Terpidana Kejahatan Serius”. Dalam hal ini, pada temanya Panitia menggunakan istilah “pelaksanaan”, yang maknanya tertuju pada “eksekusi” pidana mati, tetapi pada sub tema yang menjadi porsi pembicaraan saya, panitia menggunakan istilah “penerapan”, yang berkonotasi pada  “penjatuhan” pidana bagi terdakwa oleh hakim. Masalah pada tema seminar merupakan wilayah executive policy, sedangkan dalam sub temanya merupakan domain judicative policy. Pada dasarnya kedua masalah ini memiliki problematik yang berbeda dalam Sistem Hukum Indonesia.